Rabu, 22 Desember 2010

BLOK SPECIAL SENSE, MODUL THT

LAPORAN TUTORIAL KELOMPOK IV
BLOK SPECIAL SENSE, MODUL THT/TULI
FK UNISMUH ANGKATAN 2008
I. SKENARIO
Seorang laki-laki,35 tahun pekerja pabrik datang ke poli THT dengan keluhan tuli sejak
6 bulan yang lalu yang semakin berat disertai mendengung.

II. KATAKUNCI
1. Laki-laki
2. 35 tahun
3. Pekerja pabrik
4. Tuli sejak 6 bulan yang lalu : Semakin memberat
5. Mendengung

III. PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi organ yang berkaitan!
2. Jelaskan patomekanisme gejala yang dialami?
3. Apa saja differensial diagnosis?

IV. PEMBAHASAN
1. Anatomi


Secara anatomi, telinga dibagi menjadi 3 :


a. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit.L iang telinga berbentuk huruf S dengan tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.
Panjangnya kira-kira 2 ½-3 cm. Membran timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membran timpani pada umumnya bulat. Penting untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan inkus, meluas melampaui batas atas membran timpani, dan bahwa ada bagian hipotimpanum yang meluas melalui batas atas membran timpani.

b. Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
- Batas luar : membran tympani
- Batas depan : tuba eustachius
- Batas bawah : vena jugularis ( bulbus jugularis )
- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : tegmen tympani
- Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window)
dan promotorium.
Tuba eustakius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral tuba eustakius adalah yang bertulang sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak dibagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring diatas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup tapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba eustakius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.

c. Telinga dalam
Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut sebagai labirin. Derivat vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin membran yang terisi endolimfe.L abirin membran dikelilingi oleh cairan perilimfe yang terdapat dalam kapsula otika bertulang.L abirin tulang dan membran memiliki bagian vestibular dan koklear. Bagian vestibularis (pars superior) berhubungan dengan keseimbangan, sementara bagian koklearis (pars inferior) merupakan organ pendengaran kita. Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu setengah putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai modiolus, berisi berkas saraf dan suplai arteri vertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan menerobos suatu lamina tulang yaitu lamina spiralis oseus untuk mencapai sel-sel sensorik organ corti. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis semisirkularis.

Labirin ( telinga dalam ) mengandung organ pendengaran dan keseimbangan, terletak pada pars petrosa os temporal. Labirin terdiri dari :
1. Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum dan koklea.
2. Labirin bagian membran, yang terletak didalam labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus dan duktus endolimfatikus serta koklea. Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisi cairan perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah. Didalam labirin bagian membran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria vaskularis dan diresorbsi pada sakkus endolimfatikus.

Vestibulum
Vestibulum adalah suatu ruangan kecil yang berbentuk oval, berukuran ± 5 x 3 mm dan memisahkan koklea dari kanalis semisirkularis. 8,9 Pada dinding lateral terdapat foramen ovale ( fenestra vestibuli ) dimanafootplate dari stapes melekat disana. Sedangkan foramen rotundum terdapat pada lateral bawah. Pada dinding medial bagian anterior terdapat lekukan berbentuks pher is yang berisi makula sakkuli dan terdapat lubang kecil yang berisi serabut saraf vestibular inferior. Makula utrikuli terletak disebelah belakang atas daerah ini. Pada dinding posterior terdapat muara dari kanalis semisirkularis dan bagian anterior berhubungan dengan skala vestibuli koklea.10

Kanalis Semisirkularis
Terdapat 3 buah kanalis semisirkularis : superior, posterior dan lateral yang membentuk sudut 90° satu sama lain. Masing-masing kanal membentuk 2/3 lingkaran, berdiameter antara 0,8 – 1,0 mm dan membesar hampir dua kali lipat pada bagian ampula. Pada vestibulum terdapat 5 muara kanalis semisirkularis dimana kanalis superior dan posterior bersatu membentuk krus kommune sebelum memasuki vestibulum.8,10 Koklea Terletak didepan vestibulum menyerupai rumah siput dengan panjang ± 30 – 35 mm. Koklea membentuk 2 ½ - 2 ¾ kali putaran dengan sumbunya yang disebut modiolus yang berisi berkas saraf dan suplai darah dari arteri vertebralis.8,10 Kemudian serabut saraf ini berjalan ke lamina spiralis ossea untuk mencapai sel-sel sensorik organ Corti. Koklea bagian tulang dibagi dua oleh suatu sekat. Bagian dalam sekat ini adalah lamina spiralis ossea dan bagian luarnya adalah lamina spiralis membranasea, sehingga ruang yang mengandung perilimfe terbagi 2 yaitu skala vestibuli dan skala timpani. Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea yang disebut helikotrema. Skala vestibuli berawal pada foramen ovale dan skala timpani berakhir pada foramen rotundum. Pertemuan antara lamina spiralis ossea dan membranasea kearah perifer membentuk suatu membran yang tipis yang disebut membran Reissner yang memisahkan skala vestibuli dengan skala media ( duktus koklearis ). Duktus koklearis berbentuk segitiga, dihubungkan dengan labirin tulang oleh jaringan ikat penyambung periosteal dan mengandung end organ dari N. koklearis dan organ Corti. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan perantaraan duktus Reuniens. Organ Corti terletak diatas membran basilaris yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000 sel dan 3 baris sel rambut luar yang berisi kira-kira 12.000 sel. Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat-jungkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel rambut terdapat strereosilia yang melekat pada suatu selubung yang cenderung datar yang dikenal sebagai membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh limbus.
Sakulus dan utrikulus
Terletak didalam vestibulum yang dilapisi oleh perilimfe kecuali tempat masuknya saraf didaerah makula. Sakulus jauh lebih kecil dari utrikulus tetapi strukturnya sama.10 Sakulus dan utrikulus ini berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulo-sakkularis yang bercabang menjadi duktus endolimfatikus dan berakhir pada suatu lipatan dari duramater pada bagian belakang os piramidalis yang disebut sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu. Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang dikelilingi oleh sel-sel penunjang yang terletak pada makula. Pada sakulus terdapat makula sakuli dan pada utrikulus terdapat makula utrikuli.

Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal dari
a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end arter
dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus
internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior, bagian
inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid.

Persarafan
N. akustikus bersama N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus internus dan bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N. koklearis. Pada dasar meatus akustikus internus
terletak ganglion vestibulare dan pada modiolus terletak ganglion spirale.

2. Fisiologi organ pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan, tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibula bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pengelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius, sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

3. Mekanisme tinitus
Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditorius yang menimbulkan perasaan adanya bunyi, Namun impuls yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang ditransformasikan,melainkan berasal dari sumber impuls abnormal di dalam tubuh pasien
sendiri. Tinitus dapat terjadi dalam beberapa intensitas,tinitus dengan nada rendah seperti
bergemuruh atau nada tinggi seperti berdengung.
Tinnitus terbagi menjadi 2
1)Tinitus objektif,bila suara dapat didengar juga oleh pemeriksa atau dengan auskultasi di sekitar telinga.Bersifat vibratorik,berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga.Disebabkan karena kelainan vaskuler sehingga tinitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung.
2)Tinitus Subjektif,bila suara hanya didengar oleh pasien sendiri .Bersifat non- vibratorik,disebabkan oleh proses iritatif atau perubahan degeneratif traktus auditorius mulai dari sel-sel rambut getar koklea sampai pusat saraf pendengar.

Deferential diagnosis
1.Gangguan pendengaran akibat bising
2.gangguan pendengaran akibat obat ototoksik
3. Otosklerosis
4.Labirinitis

1.Ganguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Inducend Hearing Loss)

Etologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan :
1. Intensitas kebisingan
2. Frekwensi kebisingan
3. Lamanya waktu pemaparan bising
4. Kerentanan individu
5. Jenis kelamin
6. Usia
7. Kelainan di telinga tengah

Patofisiologi
Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss) ialah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketulian adalah tuli sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga. Secara umun bising adalah bunyi yang tidak diinginkan secara audiologik bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85 desibelatau lebih dapat menyebabkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000Hz – 6000Hz dan yang terberat kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000Hz. Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpajang bising, antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising,
mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga (obat ototoksik) seperti streptomisin, kanamisin, garamisin (golongan aminoglikosida), kina, asetosal dan lain-lain.
Telah diketahui secara umum bahwa bising menimbulkan kerusakan di telinga dalam. Lesinya
sangat bervariasi dari disosiasi organ corti, rupture membrane, perubahan stereosilia dan organel subseluler. Bising juga menimbulakn efek pada sel ganglion, saraf , membrane tektoria, pembuluh darah dan stria vaskularis. Pada observasi kerusakan organ korti dengan mikroskop electron, ternyata bahwa sel-sel sensor dan sel penunjang merupakan bagian yang paling peka di telinga dalam. Jenis kerusakan pada struktur organ tertentu yang ditimbulkan bergantung pada intensitas, lama pajanan, dan frekuensi bising. Penelitian manggunakan intensitas bunyi120dB dan kualitas nada murni sampai bisingdengan waktu pajanan 1-4 jam menimbulkan beberapa tingkatan kerusakan sel rambut. Kerusakan juga dapat dijumpai pada sel penyangga, pembuluh darah dan serat eferen.
Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas 2 kategori yaitu :
1. Noise Induced Temporary Threshold Shift ( TTS )
2. Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPTS )

Noise Induced Temporary Threshold Shift ( NITTS )
Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekwensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai “ notch “ yang curam pada frekwensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch. Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan

Noise Induced Temporary Threshold Shift ( NITTS )
Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekwensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai “ notch “ yang curam pada frekwensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch. Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan bising biasanya pendengaran dapat kembali normal.

Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPTS )
Didalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasus kehilangan pendengaran akibat suara bising, dan hal ini disebut dengan “ occupational hearing loss “ atau kehilangan pendengaran karena pekerjaan atau nama lainnya ketulian akibat bising industri. Dikatakan bahwa untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja dilingkungan bising selama 10 – 15 tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada :
1. tingkat suara bising
2. kepekaan seseorang terhadap suara bising
NIPTS biasanya terjadi disekitar frekwensi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat dan menyebar ke frekwensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah menyebar sampai ke frekwensi yang lebih rendah ( 2000 dan 3000 Hz ) keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekwensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch bermula pada frekwensi 3000 – 6000 Hz, dan setelah beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar pada frekwensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekwensi 4000 Hz akan terus bertambah dan menetap setelah 10 tahun dan kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat.

Gangguan pendengaran akibat bising adalah Penurunan pendengaran tipe sensorineural, yang pada awalnya tidak disadari, karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Sifat gangguannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada ke dua telinga. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat.
Bising berpengaruh terhadap masyarakat terutama masyarakat pekerja yang terpajan bising, sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan secara umum, antara lain gangguan pendengaran, gangguan fisiologi lain serta gangguan psikologi. Gangguan fisiologi dapat berupa peningkatan tekanan darah, percepatan denyut nadi, peningkatan metabolisme basal, vasokonstriksi pembuluh darah, penurunan peristaltik usus serta peningkatan ketegangan otot. Efek fisiologi tersebut disebabkan oleh peningkatan rangsang sistem saraf otonom. Keadaan ini sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap keadaan bahaya yang terjadi secara spontan. Gangguan psikologi dap t berupa stres tambahan apabila bunyi tersebut tidak diinginkan dan mengganggu, sehingga menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan melelahkan. Hal tersebut diatas dapat menimbulkan gangguan sulit tidur, emosional, gangguan komunikasi dan gangguan konsentrasi yang secara tidak langsung dapat membahayakan keselamatan

Manifestasi Klinik
Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara ( speech discrimination ) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinnitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi. Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising ( noise induced hearing loss ) adalah :
1. Bersifat sensorineural
2. Hampir selalu bilateral
3. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss ) Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.
4. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang signifikan.
5. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz.
6. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000
dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15 tahun.
Selain pengaruh terhadap pendengaran ( auditory ), bising yang berlebihan juga mempunyai
pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan konsentrasi,
gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan audimetri nada murni terdapat kesan tuli sensorineural sedangkan
pemeriksaan audilogi khusus terdapat fenomena rekrutmen yang patognomonik untuk
tuli saraf koklea



Penatalaksanaan
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan
bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga terhadap bising (ear plug), tutup telinga (ear muff) dan pelindung kepala (helmet). Oleh karena tuli bising adalah tuli sensorineural koklea yang bersifat menetap (irreversible) bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume bercakap biasa, maka dicoba dengan alat bantu dengar. Apabila pendengaran telah sedemikian buruk , sehingga walaupun dengan menggunakan alat Bantu dengar tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat perlu dilakukan psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran agar dapat menggunakan sisa pendengan denga alat Bantu dengar secara efisien dibantu dengan cara membaca bibir, mimik dan gerakan anggota badanserata bahasa isyarat untuk berkomunikasi. Disamping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juha diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan. Pada pasien yang telah mengalami tuli bilateral dapat dipertimbangkan untuk memasang implan koklea

Pencegahan
Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah terjadinya NIHL yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja.

Program ini terdiri dari 3 bagian yaitu :
1. Pengukuran pendengaran
Test pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu :
a. Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja.
b. Pengukuran pendengaran secara periodik.
2. Pengendalian suara bising
Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai ear muff( tutup telinga ), ear plugs ( sumbat telinga ) dan helmet( pelindung kepala ).
b. Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan dengan cara :
- memasang peredam suara


Epidemiologi
Di Indonesia penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising telah banyak dilakukan sejak lama. Survai yang dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun yang sama pada Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang telah bekerja terus-menerus selama 5-10 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Hendarmin dan Hadjar tahun 1971, mendapatkan hasil bising jalan raya (Jl.MH.Thamrin, Jakarta) sebesar 95 dB lebih pada jam sibuk.
Sundari pada penelitiannya di pabrik peleburan besi baja di Jakarta, mendapatkan 31,55 %
pekerja menderita tuli akibat bising, dengan intensitas bising antara 85 – 105 dB, dengan masa kerja rata-rata 8,99 tahun. Lusianawaty mendapatkan 7 dari 22 pekerja ( 31,8%) di perusahaan kayu lapis Jawa Barat mengalami tuli akibat bising, dengan intensitas bising lingkungan antara 84,9 – 108,2 dB. Purnama pada penelitian dampak pajanan bising bajaj pada pengemudinya mendapatkan 26
dari 32 pengemudi mengalami tuli akibat bising, 14 pengemudi mengalami tuli akibat bising
tahap awal dan 12 pengemudi mengalami tuli akibat bising tahap lanjut. Rerata intensitas bising bajaj pada kelompok kasus tersebut adalah 101,42 dB dengan lama pajanan kerja 12,37 tahun dan 98,5 dB pada kelompok kontrol dengan lama pajanan kerja 8 tahun. Bashiruddin pada penelitian pengaruh bising dan getaran pada fungsi keseimbangan dan pendengaran mendapatkan rerata intensitas bising bajaj pada beberapa frekuensi adalah 90 dB dengan intensitas maksimum 98 dB dan serata akselerasi getar adalah 4,2 m/dt. Hal ini melebihi nilai ambang batas bising dan getaran yang diperkanankan.

Kombinasi antara bising alat transportasi dengan sistem suspensi dan gas buang yang buruk
seperti bajaj dan bising jalan raya menyebabkan risiko gangguan pendengaran pengemudi
kendaraan tersebut menjadi lebih tinggi.

11. Prognosis
Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya ketulian.




2.Gangguan pendengaran akibat ototoksik
Gangguan akibat obat-obatan ototoksik yang telah dipakai.
Gejala :
• Tinnitus
Tinnitus biasanya menyertai segala jenis tulisensorial oleh sebab apapun dan sering mendahului serta lebih mengganggu dari pada tulinya sendiri. Tinnitus yang berhubungan dengan ototoksitas cirinya kuat dan bernada tinggi, berkisar antara 4 kHz-6KHz. Pada keadaan yang menetap, tinnitus lama kelamaan tidak begitu kuat tetapi juga tdk pernah hilang.
• Gangguan pendengaran
• Vertigo

Mekanisme ototoksik:
Kerusakan yang ditimbulkan oleh preparat ototoksik tersebut antara lain :
1. Degenerasi stria vaskularis. Kelainan patologi ini terjadi akibat semua pengguanan jenis obat ototoksik.
2. Degenerasi sel epitel sensori. Kelainan patologi ini terjadi pada organ corti dan labirin vestibular, akibat penggunaan antibiotic aminoglikosida sel rambut luar lebih terpengaruh daripada sel rambut dalam, dan perubahan degenerative ini terjadi dimulai dari basal koklea dan berlanjut terus hingga akhirnya sampai ke bagian apeks.
3. Degenerasi sel ganglion. Kelainan ini terjadi sekunder akibat adanya degenerasi sel epitel sensori.
Etiologi :
Disebabkan oleh obat-obatan ototoksik seperti
1.Aminoglikosida
Tuli yang diakibatkannya bersifat bilateRal dan bernada tinggi, sesuai dengan kehilangan sel-sel rambut pada putaran basal koklea dan dapat juga terjadi tuli unilateral disertai gangguan vestibular.
Obat-obat tersebut adalah : streptomisin,neomisin,kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasin dan yang baru adalah netilmisin dan sisomisin.
Gentamisin dan streptomisin merupakan oabat ototoksitas yang paling sering.

2. Eritromisin
Gejala pemeberian eritromisin intravena terhadap telinga adalah kurang pendengaran subjektif tinnitus yang meniup dan kadang-kadang disertai vertigo.
Antibiotic lain seperti vankomisin, viomisin, capreomisin, minosiklin dapat mengakibatkan atotoksitas bila diberikan pada pasien yang terganggu fungsi ginjalnya
3 loop diureticts
Ethycrynic acid, furosemid dan butamide adalah diuretic yang kuat yang disebut loop diuretic karena dapat menghambat reabsorbsi elektrolit-elektrolit dan airpada cabang naik dari lengkungan Henle. Biasanya gangguan pendengaran yang terjadi ringan , tetapi pada kasus-kasus tertentu dapat menyebabkan tuli permanen.
4.Obat anti inflamasi
Salisilat termasuk aspirin dapat mengakibatkan tuli sensorineural berfrekuensi tinggi dan tinnitus. Tetepi bila obat dihentikan pendengaran akan pulih dan tinnitus akan hilang
5.Obat anti malaria
Kina dan klorokuin adalah anti malaria yang biasa digunakan. Efek ototoksitasnya berupa gangguan pendengaran dan tinnitus. Tetapi bila pengobatan dihentikan biasanya pendengaran akan pulih dan tinitusnya akan hilang.
6.Obat anti tumor.
Gejala yang ditimbulkan CIS platinum, sebagai ototoksitas adalah tuli subjektif, tinnitus dan otalgia, tetapi dapat terjadi juga ganngguan keseimbangan. Tuli biasanya bilateral dimulai dengan frekuensi antara 6 KHz dan 8 KHz, kemudian terkena frekuensi yang lebih rendah.tinitus biasanya samar-samar. Bila tuli ringan pada penghentian pengobatan pendengaran akan pulih, tetapi bila tulinya berat bisa bersifat menetap
7.Obat tetes telinga
Banyak obat tetes telinga mengandung antibiotika golongan aminoglikosid seperti neomisin dan polimiksin B. terjadinya ketulian oleh karena obat tersebut bias menembus membrane tingkap bundar (round window membrane). Walaupun membrane tersebut pada manusia lebih tebal 3x dibandingkan pada baboon (semacam monyet besar) (± >65 mikron), tetapi dari hasil penelitian masih dapat ditembus oleh obat-obat tersebut.sebetulnya obat tetes telinga yang mengandung antibiotika aminoglikosida diperuntukkan untuk infeksi telinga luar.
Penatalaksanaan
Tuli akibat oleh obat-obatan ototoksik tidak dapat diobati. Bila pada waktu pemberian obat-obatan ototoksik terjadi gangguan pada telinga dalam(dapat dikietahui secara audiometric), maka pengobatan dengan obat-obatan tersebut harus segera dihentikan. Berat ringannya ketulian yang terjadi tergantung dari jenis obat , jumlah dan lamanya pengobatan . kerentanan pasien termasuk yang menderita insufisiensi ginjal dan sifat obat itu sendiri.
Apabila ketulian sudah terjadi dapat dicoba melakukan rehabilitas antara lain dengan alat bantu dengar (ABD), psikoterapi, auditory training, termasuk cara menggunakan sisa pendengaran dengan alat bantu dengar, belajar komunikasi total dengan belajar membaca isyarat. Pada tuli total bilateral mungkin dapat dipertimbangkanpemasangan koklea (cochlear implant)
Pencegahan
Berhubung tidak ada pengobatan untuk tuli akibat obat ototoksik, maka pencegahan menjadi lebih penting. Dalam melakukan pencegahan ini termasuk mempertimbangkan penggunaan obat-obat ototoksik , menilai kerentangan pasien, memonitir efek samping secara dini, yaitu dengan memperhatikan gejala-gejala keracunan telinga dalam yang timbul seperti tinnitus, kurang pendengaran dan vertigo.
Pada pasien yang menunjukkan mulai ada gejala-gejala tersebut harus dilakukan evaluasi audiologik dan menghentikan pengobatan.
Prognosis
Prognosis sangat tergantung kepada jeni obat, jumlah dan lamanya pengobatan, kerentanan pasien. Pada umumnya prognosisnya tidak begitu baik bahkan buruk.
.
3.OTOSKLEROSIS
Definisi

Otosklerosis adalah pertumbuhan berlebihan pada tulang-tulang telinga tengah yang mempengaruhi hantaran bunyi.
Patofisiologi
Patofisiologi dari otosklerosis sangat kompleks. Kunci utama lesi dari otosklerosis adalah adanya multifokal area sklerosis diantara tulang endokondral temporal. Ada 2 fase patologik yang dapat diidentifikasi dari penyakit ini yaitu:
1. Fase awal otospongiotic
Gambaran histologis: terdiri dari histiosit, osteoblas, osteosit yang merupakan grup sel paling aktif. Osteosit mulai masuk ke pusat tulang disekitar pembuluh darah sehingga menyebabkan pelebaran lumen pembuluh darah dan dilatasi dari sirkulasi. Perubahan ini dapat terlihat sebagai gambaran kemerahan pada membran timpani. Schwartze sign berhubungan dengan peningkatan vascular dari lesi yang mencapai daerah permukaan periosteal. Dengan keterlibatan osteosit yang semakin banyak, daerah ini menjadi kaya akan substansi dasar amorf dan kekurangan struktur kolagen yang matur dan menghasilkan pembentukkan spongy bone . Penemuan histologik ini dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dikenal dengan nama Blue Mantles of Manasse.

2. Fase akhir otosklerotik
Fase otosklerotik dimulai ketika osteoklas secara perlahan diganti oleh osteoblas dan tulang sklerotik yang lunak dideposit pada area resorpsi sebelumnya. Ketika proses ini terjadi pada kaki stapes akan menyebabkan fiksasi kaki stapes pada fenestra ovale sehingga pergerakan stapes terganggu dan oleh sebab itu transmisi suara ke koklear terhalang. Hasil akhirnya adalah terjadinya tuli konduktif
Jika otosklerosis hanya melibatkan kaki stapes, hanya sedikit fiksasi yang terjadi. Hal seperti ini dinamakan biscuit footplate. Terjadinya tuli sensorineural pada otosklerosis dihubungkan dengan kemungkinan dilepaskannya hasil metabolisme yang toksik dari luka neuroepitel, pembuluh darah yang terdekat, hubungan langsung dengan lesi otosklerotik ke telinga dalam. Semuanya itu menyebabkan perubahan konsentrasi elektrolit dan mekanisme dari membran basal.
Kebanyakan kasus dari otosklerosis menyebabkan tuli konduktif atau campur. Untuk kasus dari sensorineural murni dari otosklerosis itu sendiri masih kontroversial. Kasus sensorineural murni karena otosklerosis dikemukakan oleh Shambaugh Sr. tahun 1903. Tahun 1967, Shambaugh Jr. menyatakan 7 kriteria untuk mengidentifikasi pasien yang menderita tuli sensorineural akibat koklear otosklerosis:
1. Tanda Schwartze yang positif pada salah satu/ke dua telinga
2. Adanya keluarga yang mempunyai riwayat otosklerosis
3. Tuli sensorineural progressive pendengaran secara simetris, dengan fiksasi stapes pada salah satu telinga
4. Secara tidak biasa adanya diskriminasi terhadap ambang dengar untuk tuli sensorineural murni
5. Onset kehilangan pendengaran pada usia yang sama terjadinya fiksasi stapes dan berjalan tanpa etiologi lain yang diketahui
6. CT-scan pada pasien dengan satu atau lebih kriteria yang menunjukan demineralisasi dari kapsul koklear
7. Pada timpanometri ada fenomena on-off.

etiologi
Penyebab dari otosklerosis masih belum diketahui dengan jelas. Pendapat umum menyatakan bahwa otosklerosis adalah diturunkan secara autosomal dominan. Ada juga bukti ilmiah yang menyatakan adanya infeksi virus measles yang mempengaruhi otosklerosis. Hipotesis terbaru menyatakan bahwa otosklerosis memerlukan kombinasi dari spesifik gen dengan pemaparan dari virus measles sehingga dapat terlihat pengaruhnya dalam gangguan pendengaran. Beberapa berpendapat bahwa infeksi kronik measles di tulang merupakan predisposisi pasien untuk terkena otosklerosis. Materi virus dapat ditemukan di osteoblas pada lesi sklerotik.
Diagnosis
• Anamnesa: kehilangan pendengaran dan tinnitus adalah gejala yang utama. Penurunan pendengaran berlangsung secara progressif dengan angka kejadian bervariasi, tanpa adanya penyebab trauma atau infeksi.. Tinnitus merupakan variasi tersering sebanyak 75 % dan biasanya berlangsung menjadi lebih parah seiring dengan derajat tingkat penurunan pendengaran. Umumnya, dizziness dapat terjadi. Pasien mungkin mendeskripsikan seperti vertigo, pusing yang berputar, mual dan muntah. Dizziness yang hanya diasosiasikan dengan otosklerosis terkadang menunjukan proses otosklerosis pada telinga dalam. Adanya dizziness ini sulit untuk dibedakan dengan kausa lain seperti sindrom Meniere’s. Pada 60% kasus, riwayat keluarga pasien yang terkena otosklerosis dapat ditemukan.
• Pemeriksaan Fisik: Membran timpani biasanya normal pada sebagian besar kasus. Hanya sekitar 10% yang menunjukan Schwartze Sign. Pemeriksaan garputala menunjukan kesan tuli konduktif. ( Rinne negatif ) Pada fase awal dari penyakit tuli konduktif didapat pada frekuensi 256 Hz. Adanya proses fiksasi stapes akan memberikan kesan pada frekuensi 512 Hz. Akhirnya pada frekuensi 1024 Hz akan memberi gambaran hantaran tulang lebih kuat daripada hantaran udara. Tes Weber menunjukan lateralisasi ke arah telinga yang memiliki derajat conduting hearing loss lebih besar. Pasien juga akan merasa lebih baik dalam ruangan yang bising (Paracusis Willisi).
• Pemeriksaan Penunjang: Kunci penelusuran secara objektif dari otosklerosis didapat dari audiogram. Gambaran biasanya konduktif, tetapi dapat juga mixed atau sensorineural. Tanda khas dari otosklerosis adalah pelebaran air-bone gap secara perlahan yang biasanya dimulai dari frekuensi rendah. Adanya Carhart’s Notch adalah diagnosis secara abstrak dari otosklerosis , meskipun dapat juga terlihat pada gangguan konduktif lainnya. Carhart’s notch adalah penurunan dari konduksi tulang sebanyak 10-30 db pada frekuensi 2000Hz, diinduksi oleh adanya fiksasi stapes. Carhart’s notch akan menghilang setelah stapedektomy. Maksimal conductive hearing loss adalah 50 db untuk otosklerosis, kecuali adanya kombinasi dengan diskontinuitas dari tulang pendengaran. Speech discrimination biasanya tetap normal.


Penatalaksanaan
90% pasien hanya dengan bukti histologis dari otosklerosis adalah simptomatik karena lesi barlangsung tanpa fiksasi stapes atau gangguan koklear. Pada pasien yang asimptomatik ini, penurunan pendengaran progressif secara konduktif dan sensorineural biasanya dimulai pada usia 20. Penyakit akan berkembang lebih cepat tergantung pada faktor lingkungan seperti kehamilan. Gangguan pendengaran akan berhenti stabil maksimal pada 50-60 db.
Terapi Medikamentosa
Tahun 1923 Escot adalah orang pertama yang menemukan kalsium florida untuk pengobatan otosklerosis. Hal ini diperkuat oleh Shambough yang memprediksi stabilasi dari lesi otosklerotik dengan penggunaan sodium florida. Ion florida membuat komplek flourapatit. Dosis dari sodium florida adalah 20-120 mg/hari. Brooks menyarankan penggunaan florida yang dikombinasi dengan 400 U vitamin D dan 10 mg Calcium Carbonate berdasar teori bahwa vit D dan CaCO3 akan memperlambat lesi dari otosklerosis. Efek samping dapat menimbulakan mual dan muntah tetapi dapat diatasi dengan menguarangi dosis atau menggunakan enteric-coated tablets. Dengan menggunakan regimen ini, sekitar 50 % menunjukan symptom yang tidak memburuk, sekitar 30 % menunjukan perbaikan.
Terapi Bedah
Pembedahan akan membutuhkan penggantian seluruh atau sebagian dari fiksasi stapes.
- Seleksi pasien kandidat utama stapedectomy adalah yang mempunyai kehilangan pendengaran dan menganggu secara sosial, yang dikonfirmasi dengan garputala dan audiometric menunjukan tuli konduktif atau campur. Speech discrimination harus baik. Secara umum, pasien dengan penurunan pendengaran lebih dari 40 db dan Bone conduction lebih baik dari Air Conduction pada pemeriksaan garputala akan memperoleh keuntungan paling maksimal dari operasi. Pasien harus mempunyai resiko anaestesi yang minimal dan tidak memiliki kontraindikasi.
- Indikasi Bedah
1. Tipe otosklerosis oval window dengan berbagai variasi derajat fiksasi stapes.
2. Otosklerosis atau fiksasi ligamen anularis oval window pada otitis media kronis (sebagai tahapan prosedur
3. Osteogenesis imperfekta
4. beberapa keadaan anomali kongenital
5. timpanosklerosis di mana pengangkatan stapes diindikasikan (sebagai tahapan operasi)


Komplikasi

1. Tuli kondusif
2. Glomus jugulare (tumor yang tumbuh dari bulbus jugularis)
3. Neuroma nervus fasialis (tumor yang berada pada nervus VII, nervus fasialis)
4. Granuloma Kolesterin. Reaksi system imun terhadap produksi samping darah (kristal kolesterol)
5. Timpanosklerosis. Timbunan kolagen da kalsium didalam telinga tengah yang dapat mengeras disekitar osikulus sebagai akibat infeksi berulang. (Bruer & Suddart,2001)



Prognosis
Pemeriksaan garpu tala preoperative menentukan keberhasilan dari tindakan bedah, diikuti dengan alat-alat bedah dan teknik pembedahan yang digunakan ikut menentukan prognosis. bising biasanya pendengaran dapat kembali normal.







4.Labirinitis
Labirinitis adalah infeksi pada telinga dalam (labirin). Keadaan ini dapat ditemukan sebagai bagian dari suatu proses sistemik ataumerupakan suatu proses tunggal pada labirinsaja. 1
Labirinitis bakteri sering disebabkan oleh komplikasi intra temporal dari radang telinga tengah. Penderita otitis media kronik yangkemudian tiba-tiba vertigo, muntah dan hilangnya pendengaran harus waspada terhadap timbulnya labirinitis supuratif. 2

KLASIFIKASI DAN PATOFISIOLOGI
Labirinitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Labirinitis bakteri (supuratif)
mungkin terjadi sebagai perluasan infeksi dari rongga telinga tengah melalui fistula tulang
labirin oleh kolesteatom atau melalui foramen rotundum dan foramen ovale tapi dapat juga
timbul sebagai perluasan infeksi dari meningitis bakteri melalui cairan yang menghubungkan
ruang subaraknoid dengan ruang perilimf di koklea, melalui akuaduktus koklearis atau
melalui daerah kribrosa pada dasar modiolus koklea. Schuknecht (1974) membagi labirinitis
bakteri atas 4 stadium: 2

1. Labirinitis akut atau toksik (serous) yang terjadi sebagai akibat perubahan kimia di dalam ruang perilimf yang disebabkan oleh proses toksik atau proses supuratif yang menembus membran barier labirin seperti melalui membran rotundum tanpa invasi bakteri.
2. Labirinitis akut supuratif terjadi sebagai akibat invasi bakteri dalam ruang perilimf disertai respon tubuh dengan adanya sel-sel radang. Pada keadaan ini kerusakan fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan irreversible.
3. Labirinitis kronik supuratif yaitu terlibatnya labirin oleh bakteri dengan respons inflamasi jaringan sudah dalam waktu yang lama. Keadaan ini biasanya merupakan suatu komplikasi dari penyakit telinga tengah kronis dan penyakit mastoid.
4. Labirinitis fibroseus yaitu suatu respons fibroseus di mana terkontrolnya proses inflamasi pada labirin dengan terbentuknya jaringan fibrous sampai obliterasi dari ruangan labirin dengan terbentuknya kalsifikasi dan osteogenesis. Stadium ini disebut juga stadium penyembuhan.

Labirinitis viral adalah infeksi labirin yang disebabkan oleh berbagai macam virus. Penyakit
ini dikarakteristikkan dengan adanya berbagai penyakit yang disebabkan virus dengan gejala
klinik yang berbeda seperti infeksi virus mumps, virus influenza, dll.

Labirinitis secara klinis terdiri dari 2 subtipe, yaitu:
1. Labirinitis lokalisata (labirinitissirkumskripta, labirinitis serosa) merupakankomplikasi otitis media dan muncul ketikamediator toksik dari otitis media mencapailabirin bagian membran tanpa adanya bakteri pada telinga dalam.
2. Labirinitis difusa (labirinitis purulenta,labirinitis supuratif) merupakan suatukeadaan infeksi pada labirin yang lebihberat dan melibatkan akses langsungmikroorganisme ke labirin tulang danmembran.

GEJALA DAN TANDA
Gejala yang timbul pada labirinitis lokalisata merupakan hasil dari gangguan fungsivestibular dan gangguan koklea yaitu terjadinyavertigo dan kurang pendengaran derajat ringan hingga menengah secara tiba-tiba. Pada sebagian besar kasus, gejala ini dapat membaik sendiri sejalan dengan waktu dan kerusakan yang terjadi juga bersifat reversible. Pada labirinitis difusa (supuratif), gejala yang timbul sama seperti gejala pada labirinitislokalisata tetapi perjalanan penyakit pada labirinitis difusa berlangsung lebih cepat dan hebat, didapati gangguan vestibular, vertigo yang hebat, mual dan muntah dengan disertai nistagmus. Gangguan pendengaran menetap, tipe sensorineural pada penderita ini tidak dijumpai demam dan tidak ada rasa sakit di telinga. Penderita berbaring dengan telinga yang sakit ke atas dan menjaga kepala tidak bergerak.

Pada pemeriksaan telinga tampak perforasi membrana timpani. Pada labirinitis viral, penderita didahului oleh infeksi virus seperti virus influenza, virus mumps, timbul vertigo, nistagmus kemudian setelah 3-5 hari keluhan ini berkurang dan penderita normal kembali. Pada labirinitis viral
biasanya telinga yang dikenai unilateral.
Klasifikasi
 Laten
 Sirkumskripta
 Difusa serosa
Purulenta
Sirkuskripta Difus serosa d.purulenta Laten
Absorpsi produk toksik bateri telinga tengah mastoid ke labirin(infeksi kuman negative) Serosa yang telah terjadi pustruksi barier telah tertembus→inferior masuk ke labirin Labirintis di fosa purulenta kronik.Terlokalisir di dalam kapsul labirin saja
Penyebab Komplikasi omk OMA,pustu ME dan stapedektomi Oma,mastoiditis akut,omk atau mastoiditis kronik,eksaserbasi akut
gejala Vertigo
Pendengaran menurun
Vomitus
Fistel sign(+) Vertigo spontan
Nistagmus
Mual/muntah
Tuli saraf ringan
Fistel sign (-) Tuli total,vertigo berat,mual muntah,nistagmus spontan,posiposisi pasien (untuk mengurangi vertigo) Gejala labirinitis tidak menyolok
Fungsi labirin kurang atau unilateral,tuli sama sekali

PATOGEN PENYEBAB
Pada labirinitis akut (serous) mikroorganisme penyebab S. pneumoni, Streptokokus dan Hemofilus influenza. Pada labirinitis kronik mikroorganisme penyebab biasanya disebabkan campuran dari basil gram negatif, Pseudomonas, Proteus dan E.coli. 3 Virus citomegalo, virus campak, mumps
dan rubella (measles, mumps, rubella = MMR), virus herpes, influenza dan HIV merupakan patogen penyebab pada labirinitis viral. 3

DIAGNOSIS
Gambaran klinik dengan adanya gangguan vestibular dan kurangnya pendengaran didapati
juga pada abses serebellum, miringitis bulosa dan miringitis hemoragika. Pemeriksaan telinga
yang teliti diperlukan pada kasus ini seperti pemeriksaan audiogram, kultur dan CT Scan.
Pada miringitis didapati rasa sakit akut di telinga sedangkan abses serebelum dapat dipisahkan
dengan CT scan.2-5 Gangguan fungsi pendengaran pada labirinitis adalah suatu sensorineural hearingloss.
TERAPI
Prinsip terapi pada labirinitis adalah:
1. Mencegah terjadinya progresifitas penyakit dan kerusakan vestibulokoklea yang lebih lanjut.
2. Penyembuhan penyakit telinga yang mendasarinya. Pengawasan yang ketat dan terus menerus
harus dilakukan untuk mencegah terjadinya perluasan ke intrakranial dan di samping itu
dilakukan tindakan drainase dari labirin. Antibiotika diberikan untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi. Jika tanda rangsangan meningeal dijumpai maka tindakan pungsi lumbal harus segera dilakukan.

Kata kunci otosklerosis, Labirinitis. Tuli akibat bising, Tuli akibat ototoksik
Laki-laki + + + +
35 tahun + + + +
Pekerja pabrik - - + -
Tuli + + + +
Tinnitus
(mendengung) + + + +











Daftar pustaka

1.Buku ajar telinga tenggorok kepala dan leher edisi keenam. Prof.Dr . efiaty arsyad soepardi,Sp.THT(K) dkk. Fakulas kedokteran universitas Indonesia. Jakarta. 2007
2. Ganong, WF.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,J akarta, edisi 22, 2008.
3. Guyton.Buku ajar Fisiologi Kedokteran,J akarta, edisi 11, 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar